B. Ayat-Ayat Al-Qur’ān dan Hadis tentang Perintah Berbusana Muslim/ Muslimah
1. Q.S. al-Aĥzab/33:592. Q.S. An-Nūr/24:31
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. . Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Kandungan Q.S.
al-Aĥzāb/33:59
Dalam ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan
kepada para istrinya dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak
perempuan beliau untuk memanjangkan jilbab mereka dengan maksud agar dikenali dan
membedakan dengan perempuan nonmukminah. Hikmah lain adalah agar mereka tidak
diganggu. Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain mengetahui bahwa dia adalah
seorang mukminah yang baik.
Pesan al-Qur’ān ini datang menanggapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap para
mukminah terutama para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan
budak. Karena pada masa itu, budak tidak mengenakan jilbab. Oleh karena itulah,
dalam rangka melindungi kehormatan dan kenyamanan para wanita, ayat ini diturunkan.
Islam begitu melindungi kepentingan perempuan dan memperhatikan kenyamanan mereka dalam bersosialisasi. Banyak kasus terjadi karena seorang individu itu sendiri yang tidak menyambut ajakan al-Qur’ān untuk berjilbab. Kita pun masih melihat di sekeliling kita, mereka yang mengaku dirinya muslimah, masih tanpa malu mengumbar auratnya. Padahal Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya rasa malu dan keimanan selalu bergandengan kedua-duanya. Jika salah satunya diangkat, maka akan terangkat kedua-duanya.” (Hadis Saĥiĥ berdasarkan syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul Mufrad).
Kandungan Q.S. an-Nūr/24:31
Dalam ayat ini, Allah Swt. berfirman
kepada seluruh hamba-Nya yang mukminah agar menjaga kehormatan diri mereka dengan cara menjaga
pandangan, menjaga kemaluan, dan menjaga aurat. Dengan menjaga ketiga hal
tersebut, dipastikan kehormatan mukminah akan terjaga. Ayat ini merupakan
kelanjutan dari perintah Allah Swt. kepada hamba-Nya yang mukmin untuk menjaga
pandangan dan menjaga kemaluan. Ayat ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya
yang beriman, berikut penjelasannya.
Pertama, menjaga pandangan. Pandangan diibaratkan “panah setan” yang siap
ditembakkan kepada siapa saja. “Panah setan” ini adalah panah yang
jahat yang merusakan dua pihak sekaligus, si pemanah dan yang terkena
panah. Rasulullah saw. juga bersabda pada hadis yang lain, “Pandangan mata itu
merupakan anak panah yang beracun yang terlepas dari busur iblis, barangsiapa
meninggalkannya karena takut kepada Allah Swt., maka Allah Swt. akan memberinya
ganti dengan manisnya iman di dalam hatinya.” (Lafal hadis yang disebutkan
tercantum dalam kitab Ad-Da’wa Dawa’ karya Ibnul Qayyim).
Panah yang dimaksud adalah pandangan
liar yang tidak menghargai kehormatan diri sendiri dan orang lain. Zina mata adalah pandangan
haram. Al-Qur’ān memerintahkan agar menjaga pandangan ini agar tidak merusak keimanan karena
mata adalah jendela hati. Jika matanya banyak melihat maksiat yang dilarang,
hasilnya akan langsung masuk ke hati dan merusak hati. Dalam hal ketidaksengajaan
memandang sesuatu yang haram, Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ra., “Wahai
Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan
pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak
boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)” (H.R. Abu Dawud
dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan oleh Syaikh al-Albani).
Kedua, menjaga kemaluan. Orang yang tidak dapat menjaga kemaluannya
pasti tidak dapat menjaga pandangannya. Hal ini karena menjaga kemaluan tidak
akan dapat dilakukan jika seseorang tidak dapat menjaga pandangannya.
Menjaga kemaluan dari
zina adalah hal yang sangat
penting dalam menjaga kehormatan. Karena dengan terjerumusnya ke dalam zina, bukan
hanya harga dirinya yang rusak, orang terdekat di sekitarnya seperti orang tua, istri/suami, dan anak
akan ikut tercemar. “Dan, orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka
sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang
sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S.
al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah Swt. sangat melaknat orang
yang berbuat zina, dan menyamaratakannya dengan orang yang berbuat syirik dan
membunuh.
Sungguh, tiga perbuatan dosa besar
yang amat sangat dibenci oleh Allah Swt. Firman-Nya: “Dan, janganlah kalian
mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al-Isrā’/17:32).
Ketiga, menjaga batasan aurat yang telah dijelaskan dengan rinci dalam hadis-hadis
Nabi. Allah Swt. memerintahkan kepada setiap mukminah untuk menutup
auratnya kepada mereka yang bukan ma¥ram, kecuali yang biasa tampak dengan
memberikan penjelasan siapa saja boleh melihat. Di antaranya adalah suami,
mertua, saudara laki-laki, anaknya, saudara perempuan, anaknya yang laki-laki,
hamba sahaya, dan pelayan tua yang tidak ada hasrat terhadap wanita. Di samping ketiga hal di atas, Allah Swt. menegaskan bahwa
walaupun auratnya sudah ditutup namun jika berusaha untuk ditampakkan dengan berbagai cara
termasuk dengan menghentakkan kaki supaya gemerincing perhiasannya terdengar,
hal itu sama saja dengan membuka aurat. Oleh karena itu, ayat ini ditutup
dengan perintah untuk bertaubat karena hanya dengan taubat dari kesalahan yang
dilakukan dan berjanji untuk mengubah sikap, maka kita akan beruntung.
3. Hadis dari Ummu ‘Aţiyyah
Dari Umu ‘A¯iyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fi ¯ri dan A«¥a, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan śalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw., salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.’” (H.R. Muslim).
Kandungan Hadis
Kandungan hadis di atas adalah
perintah Allah Swt. kepada para Wanita untuk menghadiri prosesi śalat ‘Īdul
Fiţri dan ‘Īdul Adĥa, walaupun dia sedang haid, sedang dipingit, atau
tidak memiliki jilbab. Bagi yang sedang haid, maka cukup mendengarkan khutbah
tanpa perlu melakukan śalat berjama’ah seperti yang lain. Wanita yang tidak
mempunyai jilbab pun dapat meminjamnya dari wanita lain.
Hal ini menunjukkan pentingnya
dakwah/khutbah kedua śalat ‘idain. Kandungan hadis yang kedua, yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi tentang kemurkaan Allah Swt.
terhadap orang yang menjulurkan pakaiannya dengan maksud menyombongkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar